Penulis buku sejarah Soerabaya Tempoe Doeloe, Dukut Imam Widodo, telah menerbitkan buku serupa dalam bahasa Inggris berjudul Soerabaia in the Older Days.
"Jadi, turis asing yang penasaran dan kebingungan mencari tahu cerita dan sejarah Kota Surabaya tempo dulu akan mudah mencari," katanya di Surabaya, Selasa (1/2/2011).
Buku edisi bahasa asing itu diterjemahkan oleh Luli Aulia Husen yang bekerja di PT Smelting bersama Dany Fairhead, orang Indonesia yang kini tinggal di Perth, Australia.
"Dalam buku edisi Inggris itu saya meringkas dari 825 halaman untuk edisi bahasa Indonesia menjadi 300 halaman untuk edisi bahasa Inggris," ujar penulis kelahiran Malang, Jawa Timur, 8 Juni 1954, itu.
Oleh karena itu, artikel-artikel yang menarik dan bagus dimasukkan ke dalam edisi Inggris untuk buku yang selama ini dijadikan cendera mata oleh Pemerintah Kota Surabaya itu.
Hanya, ketika ada orang luar negeri ingin tahu sejarah Surabaya, mereka sering kali kebingungan karena buku sejarah Surabaya berbahasa Indonesia.
"Terbitnya buku edisi bahasa Inggris diharapkan bisa sedikit memberikan panduan bagi masyarakat luar negeri," katanya.
Dukut juga sengaja memilih Luli sebagai penerjemah karena dinilai sangat paham dengan bahasa bergaya Suroboyoan, apalagi bahasa yang digunakan selalu ada guyonan yang bisa membuat orang terpingkal-pingkal.
"Misalnya saja, dari tulisan tentang seorang bapak tua yang naik angkot dan ingin turun di kawasan pelacuran Moro Seneng. Ketika ditanya mau turun di mana, sopir pura-pura tidak tahu meskipun sebenarnya dia paham bahwa sang bapak tua mau ke tempat pelacuran. Luli paham sekali tentang itu," katanya.
Sementara itu, Luli mengungkapkan, untuk menerjemahkan buku ini dia membutuhkan waktu sekitar empat bulan. "Bukannya tanpa kendala. Dalam perjalanan pembuatan buku, saya sempat bingung ketika menggunakan istilah tradisional khas Surabaya," katanya.
Contohnya adalah bahasa kasar khas Surabaya (misuh) yang harus diterjemahkan ke bahasa Inggris. "Kalau saya pakai bahasa Inggris yang kata tertentu, khawatir terlalu kasar. Akhirnya, saya pilih kata yang orang luar negeri bisa cepat paham," paparnya.
Selain itu, dalam buku tersebut Dukut juga menonjolkan tokoh-tokoh nasional yang sempat tinggal di Surabaya, dari HOS Tjokroaminoto, Bung Karno, dan Von Faber. Bung Karno sempat menikmati sekolah di Surabaya, sedangkan HOS Tjokroaminoto memiliki rumah untuk kumpul-kumpul pergerakan.
Dukut telah meluncurkan secara resmi Soerabaia in the Older Days bekerja sama dengan House of Sampoerna pada 31 Januari 2011.
"Itu karena Galeri Sampoerna memiliki komitmen untuk melestarikan sejarah Kota Surabaya. Apalagi, galeri tersebut sudah dikunjungi masyarakat dari 125 negara," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar